Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato mendesak pihak kepolisian untuk menertibkan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan hutan Taluditi. Pasalnya, PETI yang menggunakan alat berat dinilai memperparah kerusakan lingkungan dan meningkatkan risiko banjir di wilayah tersebut.
“Bakti sosial yang dilakukan oleh pihak kepolisian pasca banjir di Taluditi tidak menyelesaikan akar masalah. Masyarakat akan lebih senang jika aparat fokus pada penertiban alat berat yang digunakan untuk PETI,” ungkap Ketua APRI, Limonu Hippy, Selasa (23/04/2024).
“Saya kira lebih senang masyarakat ketika pihak kepolisian melakukan operasi alat berat disana, ketimbang cuci rumah warga. Kalau boleh aparat kepolisian diarahkan ke operasi alat berat yang beraktivitas di Peti,” ujarnya menambahkan.
Dia menegaskan bahwa PETI di Taluditi harus ditindak tegas karena wilayah tersebut rawan banjir. Ia mencontohkan daerah lain yang telah memenjarakan pelaku PETI yang menggunakan alat berat.
“Wilayah lain sudah banyak yang masuk penjara akibat menggunakan alat berat, lalu kenapa di Taluditi tidak bisa diperlakukan sama. Padahal Taluditi itu sangat rawan banjir karena debit air dari hulu sangat tinggi, sewaktu-waktu tidak dimampui oleh sungai sehingga meluap kemana-mana,” teganya.
DPC APRI Pohuwato sebenarnya tidak keberatan dengan aktivitas pertambangan di Taluditi, asalkan dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Namun, dengan maraknya PETI yang menggunakan alat berat, dikhawatirkan akan semakin memperparah kerusakan lingkungan dan meningkatkan risiko banjir.
“Jangan sampai adanya aktivitas tambang akan tidak terkendali lagi kerusakan lingkungan, maka dipastikan akan terjadi pendangkalan sungai akibat sedimentasi yang langsung dibuang ke sungai,” jelasnya.
Dirinya menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari pertambangan, seperti melakukan pengerukan sedimentasi sepanjang 7 KM saluran irigasi dan menanam 7.000 pohon di lokasi tambang dan bantaran sungai. Namun, upaya tersebut sia-sia karena PETI yang menggunakan alat berat terus marak terjadi.
“Saat ini saya tidak melihat dampak positif dan negatifnya, kalau aktivitas tambang itu masih bisa diminimalisir dampak negatifnya mungkin masih boleh dipertimbangkan. Tapi saya mengamati sekarang ini dampak negatifnya lebih banyak dari pada dampak positifnya,” tutupnya. (Dandi)