Berjuang Demi Nafkah: Kisah Pak Agus, Penambang Emas yang Tak Kenal Lelah

Daripohuwato.id – Dengan perisai di tangannya, bukan tokoh Captain America yang melintas, melainkan Pak Agus (48), seorang penambang emas dengan secercah harapan di matanya. Setiap pagi, ia melangkahkan kaki menuju lokasi tambang, mengandalkan ketekunan untuk menyambung hidup.

Saat ditemui di lokasi, Pak Agus tampak duduk di tepi aliran sungai, memeluk erat dulang kayu—alat sederhana yang telah menemaninya selama dua dekade dalam mencari butiran emas. Ia mengaku berangkat kerja sejak pukul 09.00 pagi hingga sore hari.

Bacaan Lainnya

“Saya berangkat dari rumah jam 9 pagi,” ucapnya sambil tersenyum tipis.

Rumahnya berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi tambang. Di sanalah ia tinggal bersama keluarga kecilnya, menggantungkan hidup dari hasil tambang rakyat yang kadang memberi harapan, namun tak jarang juga mengecewakan.

“Kadang dapat, kadang tidak. Tapi saya syukuri saja, yang penting ada usaha untuk keluarga,” katanya dengan nada tegar.

Selama 20 tahun lebih, Pak Agus mengais rezeki dari tanah dan air. Saat lokasi tambang yang biasa ia garap mulai tak menghasilkan, ia terpaksa berpindah ke daerah lain, seperti Kecamatan Buntulia yang berjarak belasan kilometer dari rumahnya.

“Kalau di sini hasilnya kurang, saya pindah ke Buntulia. Di sana banyak teman-teman juga,” ujarnya.

Kendati harus menempuh perjalanan jauh, bahkan berjalan kaki, ia tak mengeluh. Baginya, dinginnya air sungai yang merendam tubuhnya selama berjam-jam sudah menjadi bagian dari risiko pekerjaan.

“Jangankan berjalan jauh, rasa dingin saja saya tahan. Yang penting keluarga di rumah bisa makan,” tutur Pak Agus penuh keikhlasan.

Tak selalu keberuntungan berpihak. Pernah suatu kali, dari pagi hingga azan maghrib berkumandang, ia tak mendapatkan sebutir emas pun. Lebih buruk lagi, tubuhnya jatuh sakit akibat terlalu lama terendam air.

Beruntung, para penambang lainnya tak membiarkan dirinya berjuang sendirian. Mereka patungan membeli beras dan bahan makanan untuk keluarga Pak Agus.

“Pernah saya sakit, dari pagi sampai maghrib, bukannya untung malah sakit. Untung ada teman-teman yang membantu, ada yang beli beras, ada yang bawa rempah-rempah,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Meski begitu, Pak Agus tetap tegar. Apalagi, bulan suci Ramadan semakin dekat. Ia berharap hasil tambang bisa mencukupi kebutuhan keluarga, agar Lebaran tahun ini bisa dirayakan dengan kebahagiaan.

“Semoga rezeki para penambang lancar. Ramadan sudah dekat, kebutuhan semakin banyak. Mudah-mudahan kami bisa benar-benar bahagia saat Lebaran nanti. Amin,” ujar Pak Agus dengan senyum penuh harap.

Di balik kerasnya hidup sebagai penambang, ada ketulusan dan perjuangan tanpa henti. Kisah Pak Agus adalah potret nyata tentang bagaimana ketekunan dan kebersamaan menjadi kekuatan di tengah keterbatasan. (Dandi)

Pos terkait